HADIAH
ULANG TAHUN
Gagasan itu data gnya
tiba-tiba seperti datangnya angin di pagi hari. Tak seorang pun menduga akan
muncul ide seperti itu, ide yang cukup aneh bagi ukuran anak manja seperti
Erick.
Pak Hariadi pernah menjanjikan bahwa pada ulang tahun
anak itu nanti akan dibelikan seperangkat komputer serta program-program mainan
terbaru. Harganya sudah barang tidak murah, bahkan sangat mahal bagi keluarga
biasa.
Ulang tahun anak itu tinggal beberap hari lagi, yaitu
bertepatan dengan hari pertama liburan sekolah. Sebagai orang tua yang baik Pak
Hriadi selalu mengingat janjinya dan sudah menghubungi beberapa toko komputer. Ia
telah memilihkan seperangkat yang paling mutakhir dengan beberapa programnya. Ia
juga sudah berunding dengan istrinya akan mengajak Erick pergi ke toko komputer
itu.
Tidak seperti biasanya hari itu Pak Hariadi pulang kantor
lebih awal. Istrinya juga tidak berpergian. Dengan demikian pada waktu
menjelang sore mereka sekelurga dapat berkumpul di ruang keluarga.
“Rick, ke sini “! Pangggil Pak Hariadi ketika anak
bungsunya muncul dari ruang sebelah.
“Ada apa, Pap?” ujar anak itu sambil menghampiri kedua
orang tuanya. Kakaknya sedang duduk membaca.
“Lihat ini! Ica, kamu juga ingin melihatnya? Ke sinilah!”
Pak Hariadi mengeluarkan brosur dari dlam map. Brosur itu berisi gambar
macam-mcam jenis komputer.
“Wow! Erick menekik kagum melihat bentuk-bentuk komputer
yang baru. “Yang ini pasti terbaru dan lebih canggih.”
“Benar” Sahut Pak Hariadi. “Harganya juga canggih.
Bagaimana menurutmu, Ca?”
“Komputer itu juga masih bisa dipakai,” Jawab Ica tanpa
semangat.
“Bosan ! Mainannya tidak ada yang aneh. Warnanya juga
kurang bagus.” Sergah Erick.” Sekarang pasti sudah muncul program-program baru
yang lebih canggih.”
“Betul! Lihat ini!” Kata Pak Hariadi sambil menunjukan
brosur yang lain. “Ini program Coloumb, ini spesial Operation, ini Rambo, ini
Mision of Dream. Semuanya baru.”
“Apa papi mau belikan untuk saya ?” tanya Erick
memancing.
“ Papimu sudah janji kan ? Sela Ibunya. “Kalau kamu ulang
tahun akan dibelikan komputer baru.”
“Astaga!” anak itu membelalak. “Aku lupa kalau beberapa
hari lagi akan ulang tahun.”
“Kita rayakan dirumah saja, mengundang teman-temanmu,”
usul ibunya.”Bagaimana ?” Erick terdiam.
“Atau sekarang melihat-lihat ketoko komputer? “Smbung Pak
Hariadi.
Anak itu masih terdiam, biasanya tidak demikian. Begitu mendapat
tawaran biasanya langsung bersorak.
“Mengapa diam saja?” tanya Ibunya. “Kamu tidak senang
akan diberi hadiah oleh papimu? “
“Senang, Mam.”
“Mengapa diam saja?”
“Aku tidak mau komputer baru itu sebab yang lama juga
masih bisa dipakai, “Jawabnya agak ragu.” Apa boleh jika meminta hadiah yang
lain?”
Pak Hariadi dan istrinya berpandangan sejenak. Kakaknya,
Ica juga menghentikan membaca. Mereka merasa heran dan Erick segera menjadi
pusat perhatian.
“Apa maumu? “ tanya Pak Hariadi merobek keheningan.
“Pada ulang tahunku nanti akun ingin pergi ke desa dengan
kawan-kawan. Itu saja hadiahnya, Pap”.
Ica melanjutkan membaca sementara Pak Hariadi dan
istrinya masih terheran-heran. Kedua orang tua itu semakin sadar bahwa selama
ini telah menerapkn peraturan yang sngat ketat. Tidak mengizinkan anak-anaknya
berpergian sendiri atau melakukan kegiatan menurut gagasan anak itu sendiri.
“Kalau itu maumu, nnti kan kami pikirkan dulu,” Kata Pak
Hariadi. Suami istri itu agak terpukul perasaanya. Betapa tidak, izin bepergian
saja telah dianggap sebagai hadiah.
“Apakah tidk ada permintaan yang lain selain itu, Nak?”
Bu Hariadi mencoba menawr.
“Rasanya tida aka, Mam. Kami ingin tinggal beberapa hari
di desa.”
Kembali suami istri itu saling bertatapan. Bu Hariadi
mengangguk perlahan. Dengan tersenyum Pak Hariadi kemudian berkata.
“Biklah. Usulmu kami terima dengan catatan kamu jelaskan
kemana tujuanmu, dan kakkmu Ica harus ikut bersamamu.”
“Bagaimana, Ca? Kamu mau ikut? Tanya Bu Hariadi.
“Kalau Papi dan Mami mengizinkan, aku ikut juga boleh.”
“Kamu harus ikut agar adikmu terjaga,”Kata Pak Hariadi.
Alangkah gembiranya hati Erick saat itu. Ia bersorak
kegirangan sambil dipeluk dan dicium kedua orang tuanya.
“Tunggu dulu!” Sela Pak Hariadi tiba-tiba. “Kamu belum
mengataan desa mana tujuanmu, bukan ?”
“Desa tempat tinggal Kakek,” ujar Erick berbinar-binar.
Sore itu juga mereka menelepon Rina dan Ardi agar mereka
juga meminta izin orang tua. Baik Rina maupun Ardi ternyat tidak mendapt
kesulita. Bahkan katanya mereka sudah mendapat izin lebih awal daripada Erick
dan Ica.
“Bodoh kamu itu Rick!” gerutu kakaknya ketika berada
dikamar. “kalau lama minta izin mengapa harus mengorbankan hadiah ulang tahun?”
“Kalau tidak begitu belum tentu kita diizinkan. Lagi pula
kita masih bisa merengek minta dibelikan komputer canggih itu.”
“Itu namanya penipu, tahu!”
“Terserah! Pokoknya keinginan kita berpergian kedesa udah
diizinkan.”
“Ternyata otakmu canggih juga.”
“Siapa dulu dong.”
Kedua anak itu tersenyum puas. Apa yang selama ini
diidamidamkan akan segera terwujud. Kegembiraan mereka tercermin pada sinar
mata yang berbinar-binar.
Sehari sebelum keberangkatannya ke desa, mereka berkumpul
dirumah Rina. Ardi datang agak terlambat karena harus menunggu sopir yang pergi
mengantar anaknya berobat.
“Maaf teman-teman, aku agak terlambat.”Ardi berbasa-basi.
“Tetapi, apa yang kita bicarakan kemaren sudah siap.”
“Kalau begitu kita membawa dua tenda. Punyaku boleh
digunakan oleh Rina dan Ica,” sambung Erick.
“Jadi besok kita bagaimana? Kita kumpul dimana ?” Tanya
Rina.
“Kumpul dirumah kami sekitar jam tujuh! Jawab Erick
mendahului yang lain.
“Apakah kita naik bus?”tanya Ardi.
“Tidak,”jawab Erick. “Kita akan diantar sampai kerumah
kakek.”
Malah itu Erick dan Ic sibuk mempersiapkan perlengkapan
yang akan dibawa keesokan harinya. Tenda, selimut, pakaian, dan obat-obatan
yang disiapkan di bagasi. Pak Hariadi memasangkan film pada kamera itu.
“Di desa itu sukar sekali mencari film, jadi kalian harus
menghemat film ini,” kata Pak Hariadi berpesan. Ini film yang masih belum
kebuka. Kalian tahu cara memasangkannya, bukan?”
Kedua anak itu mengangguk. Pak Hariadi memasukan kamera
itu ke tempatnnya kemudian menyerahkan kepada Erick.
“Hati-hati jangan sampai lensanya kotor atau terkena air!
Film harus disimpan ditempat kering.”
Kedua anak itu berjnji akan berpegang teguh nasihat-nasihat
yang diberikan orang tua. Pak Hariadi tersenyum puas menerima pernyataan itu.
Keesokan paginya pagi-pagi benar mereka sudah siap diatas
mobil. Pak Kurdi, supir yang akan mengantar mereka tampak lebih segar daripada
biasanya.
“Jangan ngebut, Pak Kurdi!” pesan Pak Hariadi kepada
supirmnya. Bu Hariadi juga berpesan demikian, kedua orangtua itu engantar
kepergian mereka dengan senyum dan lambaian tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar