Perbatasan wilayah Indonesia dengan beberapa
negara tetangga, antara lain :
1.
Indonesia-Malaysia
Pelanggaran perbatasan
nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar oleh
Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara yang
masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling sering
melakukan pelanggaran batas wilayah RI.
Untuk pelanggaran
wilayah perbatasan perairan Indonesia, di perairan Kalimantan Timur dan seputar
Laut Sulawesi telah terjadi pelanggaran oleh kapal perang Malaysia dan kapal
polisi maritim Malaysia. Penentuan batas laut Indonesia-Malaysia di beberapa bagian
wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara.
Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan konflik di lapangan
antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Karena
sering tejadinya konflik, Indonesia-Malaysia membuat perjanjian penetapan garis
batas laut wilayah di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Maret 1970 yang di sahkan UU
No. 2 Tahun 1971 (10-03-1971) yang berisi “Treaty between the Republic of
Indonesia and Malaysia Relating the Delimitation of the Territorial Seas of the
Two Countries in the Straits of Malaca (Perjanjian antara Republik Indonesia
dan Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat
Malaka)”.
Sementara untuk
pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik batas
wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro Tengah,
Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau, serta
Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat juga
dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki dokumen yang sah.
Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah masalah pelintas batas,
penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat kedua
negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober
1969 yang diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5
November 1969/ LN No.54 dengan nama perjanjian Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating
to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries
2.
Indonesia – Singapura
Perbatasan wilayah laut
antara kedua negara ini terjadi dibagian timur, yaitu Batam – Changi dan
wilayah sekitar Bintan-South Ledge/Midlle Rock/Pedra Branca (yang masih
menunggu hasil negosiasi lebih lanjut Singapura-Malaysia pasca keputusan
Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).
Penentuan titik-titik
koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada
prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang
berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada
kesepakatan kedua pemerintah.
Titik-titik koordinat
itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas
Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang
sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari
garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat.
Masalah muncul setelah
Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga
terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang
cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa
pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia
– Singapura yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa
mengakibatkan masalah di masa mendatang.
3.
Indonesia – Australia
Perjanjian Indonesia
dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan
Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973.
Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973).
Adapun persetujuan
antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut,
ditanda tangani pada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan lima daerah
operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia,
yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau
Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef,
dan Browse. Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan
mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian
dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia dilarang
melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau
tersebut.
4.
Indonesia – India
Perbatasan kedua negara
terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas
maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat
tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati
oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul
karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang
dilakukan para nelayan. Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah
garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang
berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di
New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun,
pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada
kesepakatan. Perjanjian tersebut diratifikasi melalui Keppres No.51 tahun
1974 tanggal 25 September 1974 LNNo.47 dan di tandatangani di Jakarta, 8
agustus 1974 dengan nama Agreement Between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Republic of India Relating to the
Delimitation of the Continental Shelf Boundary Between the Two Countries.
(Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India
Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara).
5.
Indonesia – Thailand
Garis Batas Landas
Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik dari titik
pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam perjanjian antara
pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut
di Laut Andaman pada 11 Desember 1973.
Titik koordinat
batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang
ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah
selayaknya perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali.
6.
Indonesia – Filipina
Berdasarkan dokumen
perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali
melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi
dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum ada
kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang
terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hanya saja mengadakan pertemuan
Antar Pejabat Senior Mengenai Penetapan Batas-Batas Maritim Antara Indonesia dan
Filipina Record of Discussions the First Senior Officials Meeting on the
Delimitation of the Maritime Boundary Between Indonesia and the Philippines,
Manado, 23 – 25 June 1994. (Catatan Hasil Perbincangan pada Pertemuan Pertama
Antar Pejabat Senior Mengenai Penetapan Batas-Batas Maritim Antara Indonesia
dan Filipina, Manado, 23 – 25 Juni 1994). Hal itu didasarkan atas ketentuan
konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898.
Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic
principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS
1982).
Belum adanya kesepakatan
tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan
selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum
RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for
Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat
dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara
bilateral.
7.
Indonesia – Vietnam
Pada 12 November 1982,
Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang disebut“Statement
on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat sistem penarikan
garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk
ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat
antara Kamboja dan Vietnam.
Sistem penarikan garis
pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di mana dua
garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain
panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya
mencapai total luas 27.000 mil2.
Sebelumnya, pada 1977
Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal
lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan
dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau
yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan
tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau
Natuna. Perlu kita ketahui pada tahun 2010 kedua negara telah mulai melakukan
pertemuan untuk membahas mengenai batas ZEE. Perundingan pertama ke dua negara
telah diselenggarakan pada 17-18 Mei 2010 di Ha Noi. Kedua belah pihak
rencananya akan kembali melakukan pertemuan pada bulan Oktober 2010.
8.
Indonesia – Republik
Palau
Republik Palau berada di
sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka
adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi
1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman
dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus
kepulauan yang mengelilingi kepulauan. Palau memiliki Zona Perikanan yang
diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona
Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal
itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang
diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua
negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE. Namun sejauh ini
kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE
Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan
pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua
pihak.
9.
Indonesia – Papua Nugini
Indonesia dan PNG telah
menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada
beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian.
Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua
sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat
berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
10. Indonesia – Timor Leste
Awalnya Timor Leste
merupakan bagian dari Republik Indonesia, namun negara tersebut memilih untuk
memisahkan diri dan berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka,
menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara
tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste
telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang. First Meeting
Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19
Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat
berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan
batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua
diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003. Selain masalah yang terdapat diatas,
ada masalah lain yang timbul karena masih banyaknya masyarakat Timpr Leste
Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa
Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat
Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping
itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia
dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di
kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar